Foto penulis : Sahar |
KAMPUS BERPOLITIK : Apa Tidak Kampungan?
MataMarhaen, Pilkada serentak yang akan dihelat pada November tahun ini kian terasa gregetnya. Bukan hanya para elit partai yang akan mengadu nasib di dunia politik, tapi para elit kampus swasta juga ikut mengunduh. Ini tentu harus menjadi bahan renungan bersama, apakah ini akan menjadi penanda baik bagi dunia pendidikan atau justru sebaliknya.
Dari sejumlah pengamatan, saya melihat keterlibatan pejabat kampus dalam kancah politik praktis dengan sejumlah isu yang diusungnya perlu diperhatikan. Meskipun kampus swasta memiliki otonomi lebih besar dibandingkan dengan kampus negeri, mereka tetap harus mempertimbangkan beberapa faktor penting untuk menjaga integritas akademik dan lingkungan belajar yang sehat.
Isu dan Tantangan
Menyikapi fenomena munculnya politisi akademic ini tentun akan memicu turbulensi sosial politik yang tentu akan sangat rentang dengan resiko dan residu tantangan yang tidak ringan.
1. Independensi Akademik
Seperti halnya di kampus negeri, independensi akademik di kampus swasta bisa terancam jika pejabat kampus terlibat dalam politik. Pengambilan keputusan akademik harus tetap didasarkan pada standar pendidikan yang tinggi, bukan pada agenda politik tertentu.
2.Kurikulum dan Pendidikan
Kurikulum di kampus swasta juga bisa terpengaruh oleh intervensi politik. Ada risiko bahwa mata kuliah atau bahan ajar tertentu dimodifikasi untuk mendukung pandangan politik tertentu, yang dapat mengurangi objektivitas dan kualitas pendidikan.
3.Gerakan Mahasiswa
Mahasiswa di kampus swasta tetap memiliki hak untuk berorganisasi dan mengemukakan pendapat. Namun, keterlibatan politik oleh pejabat kampus bisa menekan atau memanipulasi gerakan mahasiswa untuk mendukung agenda politik tertentu, yang dapat menghambat kebebasan berekspresi.
4.Etika dan Konflik Kepentingan
Pejabat kampus yang mencalonkan diri dalam partai politik atau terlibat aktif dalam politik praktis bisa menghadapi konflik kepentingan. Keputusan yang mereka ambil mungkin lebih menguntungkan kepentingan politik mereka daripada kepentingan institusi pendidikan.
Contoh kasus di beberapa kampus swasta di Indonesia, terdapat beberapa laporan tentang rektor atau pejabat tinggi lainnya yang mencalonkan diri dalam pemilihan umum atau terlibat dalam kegiatan politik. Hal ini sering kali menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan staf pengajar yang khawatir tentang potensi dampak negatif pada lingkungan akademik.
Solusi dan Rekomendasi
Dari beberapa yang saya urai diatas, setidaknya ada beberapa fostulat yang mesti menjadi poin dalam mengusung sikap kritis kita sebagai mahasiswa. Pertama: Regulasi Internal. Kampus swasta perlu mengembangkan dan menerapkan kebijakan internal yang jelas mengenai keterlibatan pejabat kampus dalam politik. Kebijakan ini harus memastikan bahwa keputusan akademik dan administrasi tetap bebas dari pengaruh politik.
Kedua: Pendidikan dan Kesadaran. Meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa, staf, dan pengelola kampus tentang pentingnya menjaga independensi akademik dan etika profesional. Ketiga: Transparansi dan Akuntabilitas. Pihak kampus harus memastikan transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan akuntabilitas pejabat kampus. Semua keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk pengawasan publik.
Keempat: Forum Dialog. Tujuannya untuk mendorong adanya dialog antara mahasiswa, dosen, dan pejabat kampus untuk membahas isu-isu yang relevan, termasuk keterlibatan politik, untuk memastikan bahwa suara semua pihak didengar dan diperhatikan.
Secara umum, meskipun kampus swasta memiliki kebebasan lebih besar dalam mengelola institusinya, menjaga batasan yang jelas antara pendidikan dan politik adalah hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa kampus tetap menjadi tempat yang netral dan fokus pada misi utamanya, yakni memberikan pendidikan berkualitas dan mendorong penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.
Catatan ini tentu saja tidak harus ditanggapi sebagai sebuah larangan, sebab bagaimanapun, kapasitas saya tak akan pernah sampai kesana. Terlebih keilmuan yang juga tak akan memadai untuk bertaruh argumen. Ini hanya upaya menghadirkan ruang ruang diskusi, agar dalam setiap momentum politik, sikap mahasiswa bisa menjadi bahan acuan bagi semua.
Catatan : Saharuddin
(Penulis adalah mahasiswa UNASMAN)
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon